Makanan 4 Musim Di Jepang
Perbubahan musim dari musim dingin ke musim semi, lalu musim panas, musim gugur, dan kembali ke musim dingin, berpengaruh pada banyak hal dalam ritme kehidupan di Jepang. Yang paling terasa adalah pakaian yang kita kenakan. Di musim dingin kita harus mengenakan pakaian tebal dan berlapis-lapis. Di musim panas cukup selapis pakaian tipis saja.
Selain soal itu pergantian musim juga terasa pada jenis makanan yang kita makan. Karena pengaruh musim, ada beberapa jenis (bahan) makanan yang hanya tersedia pada musim tertentu. Atau, ada beberapa jenis makanan yang lebih lezat bila dimakan pada musim tertentu. Menunggu suatu musim datang bisa pula berarti menunggu saat untuk bisa makan sesuatu.
Musim semi
Musim semi ditandai dengan munculnya tunas baru pada tumbuhan. Tentu saja termasuk bunga-bunga. Musim semi adalah saat mekarnya bunga sakura, dan saat melakukan hanami, acara menonton bunga sakura. Dan tunas baru pada tumbuhan itu banyak yang dijadikan bahan makanan.
Orang Jepang suka memanfaatkan tunas-tunas tumbuhan liar di pegunungan yang mereka sebut sansai (山菜, artinya sayuran gunung) untuk bahan makanan. Karena tumbuhan liar, variasinya banyak, dan tergantung daerah tempat tinggal. Salah satu yang populer adalah pucuk udo.
Sayur-sayur ini biasanya dibuat tenpura (digoreng tepung) bersama berbagai jenis umbi-umbian dan makanan laut seperti udang dan cumi. Tenpura sendiri dapat dimakan begitu saja, juga dapat disajikan sebagai topping untuk udon.
Ada pula sayuran yang bisa dipanen banyak pada musim semi. Salah satunya adalah nira (kucai). Nira enak ditumis atau dibuat omelet. Sayuran lain di musim semi, yang sebenarnya masih dapat dikategorikan sebagai sansai adalah rebung (take no ko). Rebung bisa dimasak dengan berbagai cara, di antaranya ditanak bersama nasi (take no ko gohan).
Makanan laut yang dapat dijumpai pada musim semi adalah asari, sejenis kerang yang sebenarnya juga terdapat di Indonesia (hanya saja saya tak tahu namanya dalam bahasa Indonesia). Asari ini enak direbus dengan sake (sakamushi) atau dimasak sebagai isi (gu) untuk sup miso (miso shiru). Saya sendiri lebih suka membuat gulai kerang ini. Yang terakhir ini tentu saja bukan masakan Jepang.
Musim panas
Musim panas adalah saat di mana sayuran bisa dipanen dalam jumlah besar. Di masa lalu hampir seluruh jenis sayuran hanya bisa dihasilkan selama musim panas. Musim semi saat cuaca mulai hangat, orang mulai menanam sayur. Hasilnya baru bisa dipetik saat musim panas. Karena keterbatasan ini orang Jepang mengembangkan berbagai metoda untuk mengawetkan sayuran.
Dengan rumah kaca masa tanam sayuran jadi lebih panjang. Kini sayur dapat dinikmati di sepanjang musim. Ini termasuk karena adanya sayur impor. Tapi tetap saja sayuran paling banyak bisa dinikmati pada musim panas.
Sayuran di Jepang tak banyak berbeda dengan di Indonesia. Dalam soal keragaman sebenarnya kita lebih kaya. Yang umum dimakan orang Jepang adalah berbagai jenis sawi, kubis (termasuk sawi putih), brokoli, dan lain-lain. Juga yang khas Jepang seperti horenzo.
Untuk lauk pauk, yang khas musim panas adalah unagi. Ini adalah sejenis belut. Kebanyakan hasil ternak. Daging unagi dipisahkan dari tulangnya dengan teknik yang khas, yang sering kali dipertontonkan di berbagai acara TV. Daging unagi tanpa tulang ini lalu dipanggang dengan bumbu kecap (shoyu) manis (disebut kabayaki), dan dihidangkan di atas semangkuk nasi. Unagi dipercaya sebagai makanan yang bisa meningkatkan stamina untuk menghadapi panasnya cuaca yang bisa menimbulkan penyakit khas yang disebut natsubate. Hamamatsu adalah daerah yang terkenal sebagai penghasil unagi yang lezat.
Makanan lain yang sering ditunggu pada musim panas adalah buah chery, atau sakuranbo. Sesuai namanya sakuranbo adalah buah sakura. Tak semua sakura menghasilkan buah yang bisa dimakan. Salah satu daerah penghasil sakuranbo yang terkenal adalah Yamagata.
Musim gugur
Di musim gugur kita kembali ke gunung. Ada berbagai jenis jamur langka di sana. Dan karena langka, harganya bisa tidak masuk akal. Salah satu jamur itu adalah natsutake. Sebuah matsutake bisa mencapai harga 10,000 yen atau satu juta rupiah. Matsutake ini enak untuk dipanggang atau ditanak bersama nasi (matsutake gohan).
Adapun buah khas musim semi adalah buah kaki (kesemek). Berwarna orange, rasanya manis dan berair, membuat kesemek sebagai buah favorit saya selama di Jepang. Tapi tentu saja buah ini tidak “berbedak” seperti ciri khas buah kesemek yang kita temui di Indonesia.
Ikan yang lezat bisa ditemui selama musim panas adalah iwashi (sardin). Ikan ini enak untuk dibuat sashimi atau dimasak dengan bumbu kecap. Masalah ikan ini adalah tulangnya yang terlalu banyak, dan bau amis yang agak menyengat. Pada sashimi tulang disisihkan dengan teknik tinggi, lalu dihidangkan dengan parutan jahe (shoga) untuk menekan bau amis. Pada iwashi bumbu kecap ikan dimasak dalam waktu lama hingga tulangnya empuk.
Musim dingin
Musim dingin adalah saat yang tepat untuk makan ikan. Ikan-ikan menumpuk lemak di tubuhnya, untuk mempertahankan diri dari cuaca dingin. Lemak inilah yang membuat ikan menjadi lezat. Lezat untuk dimakan mentah maupun lezat untuk dimakan sebagai ikan bakar.
Salah satu ikan khas musim dingin adalah sanma. Bentuknya kecil panjang, kulit berwarna perak tanpa sisik. Ikan ini enak dibakar dengan bumbu garam, hanya garam (shioyaki). Saat dibakar lemak ikan mencair, memenuhi permukaan kulitnya, berpadu dengan garam, menghasilkan rasa gurih yang luar biasa lezat.
Selain sanma ada juga kaki, tiram, yang sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu.
Sedangkan buah musim dingin adalah strawberry. Yang ini tak memerlukan penjelasan lebih lanjut.